The IMM project has completed its activities under the contract between the EU and ITTO. As of January 1, 2023, this website is no longer maintained.
ITTO will publish the final quarterly report for 2022 in the first half of 2023 and will maintain the STIX database and dashboard (www.stix.global). For more information visit: www.itto.int.

News

Check out all the latest news on timber market, FLEGT, and our projects.

Subscribe

Mitra FLEGT VPA dalam Perdagangan Kayu Uni-Eropa 2017 – Ringkasan eksekuti

Feb 28, 2019 | Surveys & Project News

IMM telah merilis laporan tentang “Mitra FLEGT VPA dalam Perdagangan Kayu Uni-Eropa (UE) 2017” yang menggunakan data terbaru untuk menilai perubahan posisi pasar negara-negara mitra VPA dalam perdagangan kayu internasional. Sejak Indonesia pertama kali menerbitkan lisensi pada November 2016, inilah laporan IMM perdana yang mencakup periode ketersediaan kayu berlisensi FLEGT di pasar UE. Ini juga merupakan Laporan Tahunan IMM pertama   dimana IMM memiliki akses atasdata survei komprehensif dari seluruh koresponden di tujuh negara UE yang mencakup sebagian besar (lebih dari 90%) impor kayu tropis dan hasil hutan kayu oleh berbagai negara mitra VPA dari UE. 

Laporan selengkapnya dapat di unduh disini (pdf 5.2MB; hanya tersedia versi Bahasa Inggris)

Laporan IMM menunjukkan bahwa nilai perdagangan global untuk hasil hutan kayu tropis meningkat 5% ke angka US$34,4 miliar pada tahun 2017, membalikkan tren penurunan yang terjadi di antara tahun 2014 dan 2016. Impor hasil hutan kayu tropis mengalami pemulihandi Tiongkok, terus meningkat di Amerika Utara, stabil di Asia Timur Laut, dan sedikit melambat di UE dan India. Pangsa pasar gabungan dari ke-15 negara mitra VPA dalam perdagangan global hasil hutan kayu tropis adalah 79.1% di tahun 2017, yang mana terjadipenurunan sedikit dari 79.4% pada tahun sebelumnya. 

Menurut laporan IMM, prospek pasar UE pada umumnya masih positif di tahun 2017, dengan sebagian besar PDB negara bersangkutan menunjukan trend kenaikan dalam sektor-sektor konstruksi dan manufaktur produk kayu selama tahun tersebut. Namun, laju pertumbuhan terlihat melambat ditengah tanda-tanda hilangnya pangsa pasar kayu terhadap alternatif produk non-kayu di beberapa sektor pengguna akhir. 

Keberlangsungan impor hasil hutan kayu UE dari Indonesia masih bernasib lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara tropis lainnyadi tahun 2017, yang mana nilai dagang secara keseluruhan terdapat sedikit peningkatan dan juga jumlah total impor yang lebih besar. Akan tetapi, dampak positif terbesar dari lambatnya kenaikan permintaan UE pada tahun 2017 sebenarnya lebih dirasakan oleh pemasok domestik Eropa daripada pemasok negara tropis yang memang secara garis besar pangsa pasarnya  sedang menurun. 

Penyebab pangsa yang menurun dari produsen tropis di pasar UE pada tahun 2017 salah satunya adalah fokus lebih besar yang diberikan oleh produsen untuk memasok China dan pasar negara berkembang lainnya serta Amerika Utara. Persoalan pasokan di UE diperburukdengan pembeli yang kian bergantung hanya pada beberapa ragam jenis kayu tertentu,dan hanyamengandalkan pada  sejumlah kecilperusahaan-perusahaan pengeskpor di daerah tropis guna mengurangi risiko, baik secara regulasi maupun reputasi, terutama yang terkait dengan EUTR. 

Survei IMM mengenai opini para pedagang di tahun 2017 juga memberikan analisis tentang daya saing relatif industri kayu di negara-negara Mitra VPA selama tahun tersebut. Hasil komentar yang paling menyorot yakni daya saing Indonesia yang relatif terhadap sebagian besar negara tropis pemasok pasar UE lainnya. Survei menunjukkan tingginya tingkat dukungan lisensi FLEGT oleh eksportir Indonesia, dengan sebagian besar berpendapat bahwa proses tersebut telah membuat ekspor ke UE menjadi lebih mudah dan membantu meningkatkan nilai penjualan.

Para importir UE setuju bahwa lisensi FLEGT telah menyederhanakan prosedur impor dan membantu kesesuaian terhadapEUTR terutama di masa penerapan yang semakin ketatdi EU. Sekitar 40% responden UE menyatakan bahwa mereka bersedia untuk membayar harga premium bagi kayu berlisensi FLEGT, namun biasanya besarnya tidak lebih dari seputar angka 5%. Faktor yang menyebabkan masih kurangnya kesediaan untuk membayar harga yang lebih premium adalah persepsi yang menggangap lisensi tidak lebih sebagai jaminan legalitas yang memang sudah sewajarnya. 

Analisis rinci dari statistik perdagangan dalam laporan menunjukkan bahwa kinerja hasil kayu Indonesia yang telah terlisensi di pasar UE masih beragam. Tidak ada pertumbuhan impor untuk sektor bernilai tinggi seperti furnitur dan kayu olahan. Ini sebagian karena perubahan nilai tukar euro yang jatuh ke level terendah dalam 14-tahun ini terhadap dolar AS pada bulan yang sama ketika lisensi pertama kali dikeluarkan.

Laporan tersebut juga mengamati bahwa ekspektasiterjadinya  peningkatanyangcepat dalam perdagangan   kayu berlisensi mungkin telah dilebih-lebihkan di sektor-sektor seperti furnitur dankayu olahanyang  mana gambaranspesifik lingkungan dari hasil kayu Indonesia   sebagai faktorpenghambat daya saing   kurang signifikan dibandingkanperihal-perihal lain seperti biaya tenaga kerja, logistik, efisiensi proses, inovasi, dan pemasaran.

Sebaliknya, impor UE untuk beberapa produk yang bernilai lebih rendah dari Indonesia, seperti kayu decking dan kayu triplek   dimana produk-produk ini sudah sangat dikenaldan disukai bagi para importir UE akan keunggulannya,menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan selama 2017.

Laporan tersebut memberikan rekomendasi berikut ini guna membangun peluang pasar yang terbuka dengan adanya lisensi FLEGT:

  • Komunikasi yang tepat sasaran harus menjadi prioritas: 
    • Dengan implementasi VPA yang membentang dalam jangka waktu yang cukup lama, harus ada lebih banyak informasi tentang berbagai tahapan dan proses yang transformatif di negara-negara dan sektor-sektor kayu lokal. Adapun informasi tersebut harus disajikan dengan cara yang mudah diakses, sehingga idealnya dapat digunakan dalam dialog para pelaku bisnis, atau dalam kasus negara-negara pelaksana, sebagai tolok ukur penilaian dan mitigasi risiko dalam uji tuntas EUTR.
    • Materi komunikasi harus menarik dan dapat menjangkau target audiens UE yang luas, termasuk pedagangretail, arsitek dan industri-industri spesifik, untuk sekedar contoh.
  • Dengan latar belakang promosi kayu tropis Eropa serta kebijakan pengadaan perusahaan yang berfokus pada konsep “keberlanjutan”, perlu adanya penjelasan guna meningkatkan kesadaran di antara perdagangan dan industri Eropa yang lebih luas dimana VPA FLEGT berdiri dalam hal kontribusi terhadap lingkungan, sosial, dan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, fokus pada konsep “legalitas” tanpa menciptakan pemahaman tentang apa artinya dalam konteks VPA FLEGT dapat dilihat sebagai kelemahan utama,  dimana analisis kesenjangan antara SVLK / PHPL Indonesia dan FSC dan / atau PEFC mungkin dapat bermanfaat. Inipun harus ditempatkan dalam konteks perdebatan yang lebih luas tentang bagaimana pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dapat dicapai dengan sempurna di negara-negara tropis.
  • Prosedur administratif untuk mengimpor kayu berlisensi FLEGT secara umum terasa berlangsung dengan lancar. Namun, ketidakcocokan data lisensi FLEGT berulang kali tercetus sebagai beban administrasi. Komisi Eropa dan Indonesia harus terus berinvestasi untuk memprioritaskan penyelesaian masalah yang timbul dalam penerapan Kode HS. Selain itu, peningkatan kesadaran di Indonesia tentang mengatasi masalah yang disebabkan oleh ketidakcocokan angka volume / berat / unit juga harus kian dilanjutkan.
  • Poin utama kritik yang diajukan mengenai standar prosedur untuk impor kayu berlisensi adalah prosesnya yang tidak sepenuhnya elektronik. Pemerintah Indonesia telah mempertimbangkan kelayakan e-lisensi dan penerapan kedepannya akan membantu memaksimalkan manfaat jalur hijau dari kayu berlisensi FLEGT. 
  • Pihak berwenang Indonesia tampaknya hanya menyadari sebagian kecil dari ketidakcocokan data lisensi yang didaftarkan oleh negara anggota UE. Menurut data yang disajikan pada JIC Maret 2018, LIU bekerja berdasarkan kurang dari 1% asumsi ketidakocokan yang terjadi pada tahun 2017, sedangkan data yang dikumpulkan oleh UNEP / WCMC menunjukkan proporsi dalam kisaran 5%. Para Otoritas Kompeten (OK) harus memastikan menandai laporan ketidakcocokan data lisensi kepada pihak berwenang Indonesia sehingga mereka dapat mengkomunikasikan besarnya masalah tersebut kepada pihak sektor swasta Indonesia.
  • Beberapa negara anggota UE menerapkan biaya untuk memproses lisensi FLEGT   meskipun saat ini tidak dianggap sebagai penghalang yang signifikan, namun  dirasakan inisebagai pesan yang negatif ke pasar. Menghapuskanbiaya-biaya semacam inikedepannya akan membantu memaksimalkan manfaat dari lisensi FLEGT.
  • Kayu berlisensi FLEGT yang hanya tersedia di satu negara dilihat sebagai faktor yang secara signifikan membatasi daya tarik pasarnya. Sebaran geografis yang lebih luas akan membuat kayu berlisensi lebih relevan dan membantu membangun pasar. Penerapan implementasi VPA, terutama di negara-negara pemasok utama seperti Kamerun atau Vietnam, misalnya, harus menjadi prioritas utama.
  • Upaya UE untuk menjamin penerapan EUTR yang konsisten dan efektif dipandangmemberikan keuntungan pasar yang paling cepat, dan mungkin paling efektif, untuk kayu berlisensi FLEGT dan karena itu tetap harus terus diprioritaskan. Di sejumlah negara, sektor swasta akan mendapat manfaat dari peningkatan panduan untuk melaksanakan uji tuntas EUTR.
  • Survei IMM telah mengidentifikasi korelasi antara kualitas hubungan Otoritas Kompeten dengan sektor swasta dan kesadaran FLEGT serta kemudahan dalam berurusan dengan prosedur impor kayu berlisensi. Otoritas Kompeten harus menjangkau sektor swasta sebanyak mungkin.
  • Pengembangan pasar untuk kayu berlisensi akan mendapat keuntungan dari penerimaan meluas dalam kebijakan pengadaan publik negara-negara UE akan kayu berlisensi FLEGT sebagai bukti “legalitas” dan “keberlanjutan” serta reformasi tata kelola yang diperlukan untuk lisensi tersebut. Adapun pentingnya pengaruh langsung kebijakan sektor publik tidak hanya untuk pemerintah saja, tetapi juga untuk sinyal yang mereka kirimkan ke pasar yang lebih luas.
  • Lisensi FLEGT adalah pengesahan yang kredibel dan fondasi penting untuk pengembangan pasar di UE, namun bukan merupakan katalisatorpeningkatan yang signifikan atau berkelanjutan bagi pangsa pasaryang terisolasi. Produk kayu impor, tidak hanya dari hasil daerah tropis, berjuang untuk bersaing dengan pemasok domestik dan hasil non-kayu di UE. Semua pihak perlu menghindari persepsi peningkatan keuntungan pasar secara cepat dan berlebihan namunlebih baik disajikan sebagai proses transformasi pasar yang bersifat jangka panjang. Para mitra FLEGT juga perlu mempertimbangkan bagaimana lisensi FLEGT dapat disesuaikan dengan industri kayu mereka tersendiri dan strategi pertumbuhan ekspor yang lebih luas.
  • Industri kayu Indonesia mungkin dapat mengambil manfaat dari program promosi yang berfokus untuk produk kayu berlisensi dan VPA mereka di UE.
  • Sektor swasta baik di negara-negara Mitra VPA dan di UE perlu secara aktif terlibat dalam pengembangan pasar positif atas kayu berlisensi FLEGT. Federasi perdagangan kayu, contohnya, dapat memainkan peran utama seperti yang sudah mulai dilakukan di beberapa negara.